Jumat, 02 Desember 2011

Serikat Pekerja Berhak Menuntut Kenaikan Upah

Sepanjang dilakukan sesuai dengan koridor hukum, perusahaan tak bisa menjatuhkan skorsing kepada pengurus serikat pekerja yang menuntut kenaikan gaji.



Serikat Pekerja sejatinya dibentuk untuk melindungi dan memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja, termasuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Hal ini tertuang tegas dalam Pasal 1 angka 1 UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Nomor 20 Tahun 2001.

Majelis hakim PHI Jakarta pimpinan Makmun Masduki, beranggotakan Juanda Pangaribuan dan Dudy Hidayat secara tegas mengakui eksistensi Serikat Pekerja sesuai undang-undang. Hal itu tertuang dalam putusan perkara antara Saroni dkk melawan Hotel Surya yang dibacakan pada Selasa, (6/1) di Jakarta.

Sekedar mengingatkan, Saroni bersama kedua rekannya, Ratini dan Adirin adalah pekerja di Hotel Surya. Ketiganya juga berstatus sebagai pengurus Serikat Pekerja di hotel itu.

Pada Februari 2008, para pekerja di hotel itu mendatangi Saroni dkk dengan maksud menanyakan kenaikan upah pada 2008. Mengacu pada pemberitaan media, Saroni dkk menjelaskan bahwa kenaikan upah minimum di Jakarta pada 2008 adalah sebesar 8 persen. Faktanya kenaikan upah di hotel itu masih di bawah 8 persen. Atas hal ini, Saroni dkk kemudian bermaksud menanyakannya ke pihak manajemen dengan berkirim surat.

Manajemen hotel bersedia merundingkan permintaan pekerja. Sayang, perundingan tak berjalan mulus. Perusahaan tak bersedia memenuhi tuntutan pekerja. Perusahaan malah mengeluarkan surat skorsing kepada Saroni dkk. Ujungnya, manajemen memperpanjang suratskorsing. Tragisnya, selama skorsing itu Saroni dkk tak beroleh upah maupun hak lainnya.

Setelah melewati beberapa kali perundingan secara bipartit maupun tripartit, perselisihan antara Saroni dkk dengan manajemen hotel akhirnya berlabuh di PHI Jakarta. Dalam gugatannya, Saroni dkk menuntut agar perusahaan bersedia mempekerjakan kembali dirinya. Mereka juga meminta perusahaan membayarkan upah selama skorsing.

Skorsing tidak sah
Beruntung bagi Saroni dkk. Majelis hakim bersedia mengabulkan sebagian gugatan mereka. Hakim menyatakan surat skorsing yang dikeluarkan perusahaan tak sah. Alhasil, hakim memerintahkan agar perusahaan segera memanggil dan mempekerjakan Saroni dkk dengan jabatan dan posisi seperti semula.

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim berpendapat bahwa menanyakan dan menuntut kenaikan gaji adalah hak serikat pekerja. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 27 UU Serikat Pekerja. Dalam pasal itu disebutkan bahwa Serikat Pekerja berkewajiban melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak dan memperjuangkan kewajibannya. Selain itu Serikat Pekerja juga berkewajiban untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya.

Untuk menegaskan, hakim memberikan apresiasi kepada Saroni dkk yang telah mengambil langkah positif dengan menanyakan sekaligus menuntut revisi kenaikan upah anggotanya. Sehingga tindakan para penggugat (Saroni dkk, red) tidak bertentangan dengan hukum, kata hakim Juanda membacakan pertimbangan hukumnya.

Langkah Saroni dkk menuntut revisi kenaikan gaji, masih menurut hakim, juga tidak merugikan perusahaan. Penggugat hanya mengirim surat untuk mengajak berunding. Penggugat tidak melakukan mogok kerja maupun unjuk rasa, jelas hakim. Alhasil, hakim menolak dalil perusahaan yang menyatakan polah Saroni dkk telah mengakibatkan suasana kerja menjadi tidak nyaman.

Sebaliknya. Hakim menyesalkan sikap perusahaan yang malah membalas tindakan Saroni dkk dengan mengeluarkan surat skorsing. Seharusnya permintaan itu bisa dirundingkan. Kalaupun tergugat (perusahaan, red) tak mampu memenuhi permintaan penggugat, tergugat tak perlu mengeluarkan surat skorsing.

Lebih lanjut hakim malah menilai perusahaan yang telah melanggar hukum karena tak membayar upah selama skorsing. Padahal, Pasal 155 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan sudah menegaskan bahwa pengusaha tetap berkewajiban membayar upah pekerjanya yang sedang diskors.

Putusan Serta-Merta
Wajah C. Supiandi, kuasa hukum Saroni dkk sumringah saat hakim menyatakan bahwa putusan ini adalah putusan yang serta-merta. Artinya, putusan harus segera dilaksanakan meski perusahaan mengajukan upaya hukum kasasi.

Supiandi makin girang saat hakim juga mengabulkan tuntutan tentang uang paksa (dwangsom) sebesar Rp50 ribu per orang tiap harinya untuk kelalaian perusahaan dalam menjalankan putusan ini. Ditemui usai persidangan, Supiandi mengaku puas dengan putusan hakim. Mudah-mudahan perusahaan mau melaksanakan putusan ini, jelasnya singkat.

Pandangan sebaliknya datang dari Sudjanto Sudiana, kuasa hukum Hotel Surya. Ia heran dengan putusan hakim yang seolah menggubris semua bukti-bukti yang disodorkannya ke perusahaan. Kondisi perusahaan sedang tidak sehat secara finansial, jelasnya melalui telepon.

Kendati begitu, Sudjanto akan meminta perusahaan membayarkan upah selama skorsing Saroni dkk. Tapi kalau untuk mempekerjakan kembali, tunggu dulu. Kemarin saja kami sudah mengurangi jumlah karyawan karena perusahaan tak mampu lagi. Ini akibat krisis global.

Lebih lanjut Sudjanto mengaku tak takut dengan dwangsom dan putusan serta-merta. Kalau kita nggak boleh kasasi, hakimnya aja suruh jadi manajer di perusahaan, selorohnya.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar